Perjuangan Pak Ahmad untuk Mendapatkan Biogas Berakhir Menguntungkan
Pak Ahmad merupakan anggota Kelompok Ternak Bukkulu yang ada di Dusun Bukkulu, Desa Loka, Kecamatan Rumbia Kabupaten Jeneponto. Berawal dari kegiatan kerja praktek pertanian anaknya yang berlokasi di Kabupaten Bantaeng, Pak Ahmad diperkenalkan dengan biogas. Betapa semangatnya Pak Ahmad mengetahui adanya teknologi biogas yang ampasnya (bio-slurry) bisa dipakai untuk pertanian, terlebih lagi bio-slurry ini berbahan dasar kotoran sapi. Sebagai petani, Pak Ahmad sudah sering menggunakan pupuk kandang untuk lahan pertaniannya.
Pak Ahmad berinisiatif untuk melakukan kunjungan di mana anaknya melakukan kegiatan kerja praktek, tepatnya di kediaman Pak Idris, salah seorang pengguna biogas binaan Dinas Peternakan yang juga inseminator mandiri di Bantaeng. Saat berkunjung, Pak Ahmad mendapati bahwa bio-slurry yang dihasilkan oleh reactor biogas Pak Idris dibuang begitu saja tanpa dimanfaatkan kembali, di situlah Pak Ahmad melihat potensi.
Dengan memutar otak, Pak Ahmad mencari tahu bagaimana bisa mendapatkan biogas. Betapa beruntungnya Pak Ahmad, di Kecamatan Rumbia di tempat tinggalnya, terdapat kelompok peternak yang mendapatkan bantuan biogas tidak terpakai. Pak Ahmad memiliki inisiatif untuk memindahkan biogas tersebut ke kediamannya, tetapi Pak Ahmad tidak memiliki biaya. Hal itu diceritakan kepada anggota keluarganya yang memperkenalkan Pak Ahmad dengan salah satu mitra konstruksi (Construction Partner Organization/CPO) di Kabupaten Jeneponto, yaitu Ibu Rosmiyati dari CV Rezki Abadi. Namun, disayangkan permintaan Pak Ahmad ditolak oleh Ibu Ros dikarenakan Pak Ahmad tidak memiliki ternak saat itu. Pada kenyataannya, Pak Ahmad memiliki dua ekor ternak sapi yang dititipkan pada anggota kelompoknya dan hanya seekor kambing di rumahnya. Setelah itu, Pak Ahmad berhasil disetujui untuk masuk proposal pengajuan bantuan Dinas ESDM tahun anggaran 2018 setelah beliau berjanji untuk mengambil kembali ternak sapinya. Pak Ahmad juga menggunakan sebagian dari hasil panen cabainya untuk membeli tambahan sapi dua ekor agar mencukupi untuk pengisian reaktor biogas.
Setelah dua bulan sejak membeli ternak sapi tambahan, pembangunan reaktor biogas untuk Pak Ahmad dilakukan dan setelah selesai, Pak Ahmad mendapatkan pelatihan untuk pengguna dan bio-slurry. Dari pelatihan tersebut beliau mulai mendapatkan gambaran penggunaan bio-slurry di lahan perkebunan miliknya, tetapi penggunaannya pun masih sekedarnya tanpa ada dosis yang terkontrol. Praktik penggunaan bio-slurry yang termonitoring baru dilakukan setelah adanya kegiatan demoplot yang dilakukan Rumah Energi di beberapa kabupaten, dan Pak Ahmad terpilih sebagai salah satu lokasi demoplot. Bu Ros selaku CPO memilih Pak Ahmad sebagai lokasi demoplotnya karena ia melihat bahwa Pak Ahmad memiliki keseriusan dan ketertarikan yang begitu besar terhadap biogas dan pemanfaatan bio-slurry. Selain itu, ia memiliki lahan pertanian hortikultura yang memadai sebagai tempat demoplot.
Selain Pak Ahmad, ada empat orang anggota kelompoknya yang ikut serta dalam aktivitas demoplot yang didampingi oleh Ibu Ros, yaitu Nasir, Mansur, Ismail, dan Karimun yang juga mendapatkan bantuan reaktor biogas di tahun yang sama dengan Pak Ahmad. Setelah demoplot ini, Pak Ahmad mulai mengurangi penggunaan pupuk sintetis pada pertaniannya secara bertahap. Pada mulanya ia kurangi menjadi 80%, selanjutnya 70%, dan seterusnya hingga kini hanya 40% konsumsi pupuk sintetis yang digunakan olehnya.
Pada saat yang bersamaan, Ibu Ros juga turut melakukan advokasi ke Dinas Pertanian Bidang Tanaman Pangan dan Dinas Pertanian Bidang Peternakan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Dinas Lingkungan Hidup, dan BAPPEDA Kab. Jeneponto. Dari advokasi tersebut, kemudian petugas Dinas Pertanian dan Lingkungan Hidup datang mengunjungi Pak Ahmad dan Daeng Sala’. Setelah kunjungan tersebut, Pak Ahmad kemudian mendapatkan bantuan rumah kompos yang diletakkan di kebunnya atau berjarak sekitar 70 m dari rumahnya.
Kemudian pada bulan November 2019, Rumah Energi membeli bio-slurry cair milik Pak Ahmad untuk dibagikan dalam kegiatan penanaman bibit pohon dalam rangka ulang tahun Rumah Energi. Meski pada mulanya menolak karena tak sampai hati untuk menjualnya, tetapi pada akhirnya ia menerima pembelian tersebut. Dari pembelian ini, orang kemudian mulai mengenal produk kemasan bio-slurry milik Pak Ahmad dan sekarang hampir setiap bulan ada yang membeli bio-slurry cairnya yang telah difermentasi seharga Rp10.000/liter.