Keberhasilan Pak Margono Beralih ke Pupuk Kompos untuk Tanaman Kakao
Sulitnya akses untuk memperoleh pupuk bersubsidi sudah dirasakan oleh petani Kakao di Kabupaten Pringsewu, salah satunya Pak Margono (45 tahun). Masalah ketergantungan terhadap pupuk bersubsidi khususnya pupuk non-organik (kimia) juga membawa dampak jangka panjang yang perlahan mulai dirasakan para petani, yaitu terjadi kerusakan pada tanah di lahan pertanian mereka. Sejak terlibat dalam pelatihan dan pendampingan proyek Sustainable Cacao Farmers and Organic Fertilizer Market (SCORE) mulai akhir 2021, Ia beralih ke pupuk kompos untuk memperbaiki kesuburan tanah.
“Tanah di lingkungan kami sudah rusak. Maka (kami) perbaiki lahan dengan menggunakan pupuk kompos agar tanah kita kembali sehat dan subur.” Ujarnya.
Pak Margono adalah suami dari Ibu Sartini (42 tahun) yang dikarunia dua orang anak. Ia merupakan salah satu anggota kelompok Tani Murni di Desa Purwodadi, Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu yang menjadi salah satu kelompok yang terlibat dalam pelaksanaan proyek SCORE Yayasan Rumah Energi (YRE) di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Pringsewu dan Kabupaten Pesawaran, Lampung. Proyek ini dilaksanakan dengan dukungan dari Mondelez International Cocoa Life.
Pak Margono sudah menjadi petani kakao sejak tahun 2004. Lahan kakao yang dimiliki sekitar + 2.500 M2, dengan banyaknya tanaman kakao sekitar + 250 pohon. Tanaman kakaonya sudah diremajakan dengan sambung pucuk Sulawesi 1 & 2 dan MCC02 sejak tahun 2020. Awalnya ia menggunakan pupuk kandang belum difermentasi, karena pada saat itu belum mengetahui bagaimana cara membuat pupuk kompos (proses fermentasi). Pemahaman membuat pupuk kompos diperoleh sejak terlibat dalam pelaksanaan proyek SCORE sejak akhir tahun 2021, sedangkan pengalaman membuat kompos diterapkan pada lahan kakao mulai awal 2022. Manfaat penggunaan kompos dan pemeliharaan (pemupukan dan penyemprotan obat) yang ia rasakan saat ini adalah:
- Daun lebih halus dan hijau;
- Batang sehat dan tidak terkena pengerek batang;
- Buah kakao jarang mengalami busuk buah dan kerontokan;
- Buah Kakao jarang terserang penyakit brekele— sejenis penyakit yang menyerang buah kakao sehingga biji kakao mengalami kerusakan. Tanda-tanda buah kakao terkena brekele apabila dilakukan pengupasan sangat sulit dan memerlukan alat pengupas yang tajam seperti golok. Akan tetapi kalau tidak terkena brekele, pengupasan lebih gampang dan mudah;
- Hasil panen yg sudah pake stekan, hasilnya MCC 02, 2 kali lipat beratnya dari lokal (coklat biasa).
Pemeliharaan tanaman kakao yang dilakukan oleh Pak Margono dengan memberikan pupuk kompos dan phonska, serta perawatan dengan melakukan penyemprotan dan pembuangan ranting-ranting pohon yang tidak diperlukan. Kompos diproduksi sendiri dengan memanfaatkan limbah kotoran sapi yang dimilikinya serta tambahan dari limbah sekam padi. Adapun cara penggunaan kompos untuk tanaman kakao ini adalah:
- Membuat lubang di sekeliling batang pohon, jaraknya sekitar 50-60 cm dari batang pohon dengan kedalaman lubang sekitar 30 cm;
- Masukan kompos sekitar 20-25 kg per pohon. Lalu lubang ditutup Kembali;
- Pemberian Kompos dilakukan pada awal musim hujan dan akhir musim hujan;
- Dibutuhkan kompos sekitar 6-7 ton untuk 2.500 m2. Sedangkan untuk pupuk phonska per tahun sekitar 100 kg.
Keberhasilan penggunaan kompos di lahan tanaman kakao sudah menunjukan perkembangan dan hasilnya. Pak Margono tidak sendiri merasakan manfaat ini, ada lima orang petani lainnya yakni Pak Adi, Pak Slamet, Pak Kinot, Pak Parman, dan Pak Sukirno yang juga beralih ke pupuk kompos dan merasakan manfaatnya. Dari mereka kita dapat belajar tentang bagaimana melihat permasalahan pupuk bersubsidi yang terjadi, menjadi momentum untuk mendapatkan alternatif lain yang menggantikan fungsinya, bahkan mendapatkan keuntungan yang lebih dari sisi ekonomi dan lingkungan.
Ditulis oleh: Deni Suharyono
Disunting oleh: Fauzan Ramadhan