Pelatihan Penerapan Climate Financing bagi Koperasi
Koperasi sebagai lembaga keuangan yang bergerak di tingkat akar rumput, sebagian besar anggotanya rentan terdampak risiko-risiko akibat perubahan iklim. Menyadari adanya kerentanan tersebut, Yayasan Rumah Energi (YRE) menyelenggarakan pelatihan Penerapan Aspek-aspek Keuangan Ramah Iklim (Climate Financing) bagi Koperasi pada akhir Mei lalu. Pelatihan ini menyasar empat koperasi yang menjadi dampingan proyek Green Cooperative Adaptation Readiness (GENCAR) dan juga beberapa koperasi lainnya yang turut hadir secara online.
Penerapan Climate Financing bagi koperasi dimaksudkan untuk mendorong lembaga koperasi berperan sebagai agen perubahan dan dapat menjadi studi kasus bagi Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Badan Koordinasi Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, dan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), serta dinas terkait di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota dalam implementasi konsep Koperasi Hijau atau Green Cooperative.
Program Manager Fair Finance Oxfam Indonesia Dia Mawesti yang memandu jalannya pelatihan mengawali dengan penyampaian materi tentang perubahan iklim dan bagaimana dampaknya secara keseluruhan bagi kehidupan. Ia lalu membagi peserta ke dalam empat kelompok untuk mendiskusikan beberapa pertanyaan penting, agar peserta dapat mengidentifikasi dampak perubahan iklim yang sangat dirasakan, upaya apa saja yang dilakukan dan bagaimana efektivitasnya, dari mana sumber pembiayaannya, serta pembelajaran dari upaya yang telah dilakukan.
Dari pertanyaan-pertanyaan penting tersebut, dapat diketahui bahwa anggota koperasi di tingkat akar rumput sangat rentan terdampak perubahan iklim seperti kekeringan akibat kemarau panjang, curah hujan tinggi yang mengakibatkan banjir, hingga turunnya produktivitas dan gagal panen. Peserta juga mengungkapkan upaya-upaya yang pernah dilakukan dalam rangka menanggulangi dampak perubahan iklim tersebut, serta bagaimana pembiayaan inisiatif tersebut didapatkan. Berdasarkan identifikasi dampak, upaya, dan pembiayaan tersebut, peserta berkesimpulan bahwa perlu ada inisiatif dan dukungan multipihak serta intervensi teknologi yang tepat guna untuk merespon dampak perubahan iklim.
Fokus utama dari pelatihan ini adalah bagaimana agar koperasi memiliki pemahaman dan pengetahuan untuk mengimplementasikan aksi iklim dan bagaimana mengakses pembiayaan iklim. Koperasi memiliki modal sosial yakni jumlah anggota yang mencapai ribuan, sehingga sangat dimungkinkan bagi koperasi memobilisasi aksi iklim kepada anggotanya, misalnya dengan mengajak tiap anggota menanam minimal satu pohon. Inisiatif sejenis ternyata sudah diterapkan oleh Koperasi Syariah Wana Makmur Lestari di Lombok bersama anggotanya yang menanam ribuan batang pohon bambu. Selain menjadi program konservasi, bambu juga menjadi komoditas baru yang memiliki nilai ekonomi. Sementara itu, pada level kebijakan koperasi bisa mengambil peran misalnya dengan berkomitmen untuk tidak memberikan pembiayaan bagi usaha-usaha yang cenderung merusak lingkungan dan tidak memperhatikan sustainability.
Selain menggali potensi untuk koperasi menerapkan aksi iklim termasuk pembiayaan iklim, perlu juga dilakukan diperhatikan beberapa hal berikut seperti: pentingnya meningkatkan tata kelola koperasi, memperkuat peraturan dan kebijakan untuk mendukung adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, meningkatkan kapasitas dan sumberdaya internal koperasi, memastikan keberlanjutan usaha yang dibiayai dan dikelola, serta menguatkan kolaborasi multipihak.
Di sesi akhir diskusi kelompok, peserta diberi tugas untuk mendiskusikan bagaimana mengintegrasikan aspek pembiayaan iklim dalam bisnis model koperasi, mengidentifikasi apa saja contoh aspek dan kriteria pembiayaan iklim, komitmen dan kapasitas koperasi, serta mengidentifikasi kesenjangan dan dukungan yang dibutuhkan dalam pembiayaan perubahan iklim. Hasilnya, sebagian besar peserta mengidentifikasi bahwa biogas menjadi salah satu potensi yang dapat diterapkan dalam mengintegrasikan aspek pembiayaan iklim dalam bisnis model koperasi. Sedangkan berkaitan dengan komitmen dan kapasitas koperasi dalam pembiayaan iklim, peserta optimis bahwa koperasi memiliki peran strategis untuk memobilisasi aksi iklim terutama dalam hal pembiayaan.
Pada kegiatan pelatihan ini hadir pula Kepala Dinas LHK Provinsi Jawa Tengah Widi Hartanto yang menyampaikan harapannya kepada koperasi untuk mendukung Program Kampung Iklim.
“Saya berharap, terutama kepada koperasi-koperasi yang hadir pada hari ini bisa mendukung Program Kampung Iklim yang telah digulirkan oleh pemerintah, karena kolaborasi antar lembaga atau institusi sangat penting dan mutlak dibutuhkan untuk menghadai perubahan iklim.”