Banjir Jabodetabek dan RUU Pengelolaaan Perubahan Iklim

Bencana banjir yang dialami masyarakat di Jabodetabek menimbulkan beragam dampak seperti kerugian materi, kesehatan, hingga korban jiwa. Banjir yang kerap datang lima tahun sekali ini tak kunjung terselesaikan. Menurut Badan Riset dan Inovasi (BRIN), ada empat faktor utama penyebab banjir di Jabodetabek, mulai dari perubahan iklim yang menyebabkan hujan ekstrim, kenaikan air laut, penurunan tanah, dan perubahan tata guna lahan. Hal ini diperparah dengan berkurangnya daerah resapan air di sepanjang Sungai Ciliwung dan Bekasi, banyaknya alih fungsi Daerah Aliran Sungai (DAS), pemukiman yang tidak dilengkapi dengan drainase yang memadai, serta luapan air sungai disebabkan curah hujan yang intens di daerah hulu.
Permasalahan banjir yang merupakan salah satu dampak bencana hidrometeorologi menjadi contoh nyata fenomena perubahan iklim. Hal ini tentu perlu mendapatkan perhatian khusus dan kerja sama multi-pihak untuk menanggapi krisis iklim. Aksi bersama perlu ditunjang dengan produk hukum yang sah untuk ditaati semua pihak seperti Rancangan Undang-undang (RUU) Pengelolaan Perubahan Iklim yang kini sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2025 dan perlu kita kawal bersama. Undang-undang ini nantinya akan mengatur tiga hal yaitu: 1) Aspek kelembagaan, memperkuat kerangka kelembagaan yang mengelola kebijakan perubahan iklim di Indonesia dan mempertemukan kepentingan serta kewajiban pihak-pihak di setiap sektornya; 2) Aspek pembiayaan, yang mengatur pembiayaan dalam penggunaan APBN dan mekanisme pembiayaan lainnya termasuk utang luar negeri, perdagangan karbon, pajak karbon dan skema lainnya; 3) Aspek keadilan, di mana pengelolaan perubahan iklim ini tentu akan mengacu pada kepentingan nasional dan melindungi rakyat Indonesia dari ancaman bencana serta kerugian lainnya akibat perubahan iklim.
RUU Pengelolaan Perubahan Iklim ini juga menjadi tindak lanjut posisi Indonesia yang telah sepakat dan menandatangan Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change (Perjanjian Paris). Pengendalian perubahan iklim merupakan amanat konstitusi bahwa setiap orang memiliki hak untuk hidup, dan mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat, sehingga terwujud kesejahteraan rakyat yang memperhatikan aspek lingkungan dan sosial. Dampak negatif perubahan iklim memerlukan pengendalian dan penanganan yang seharusnya tidak lagi menjadi beban negara melainkan sebuah kebutuhan, sehingga menjadi agenda nasional yang berkelanjutan. Perjanjian Paris sifatnya mengikat secara hukum dan ditetapkan semua negara yang telah berkomitmen untuk menjalankannya. Adapun komponen pokok dari perjanjian tersebut adalah menekan panas bumi hingga 2 Derajat Celsius, serta meningkatkan kemampuan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim menuju ketahanan iklim dan pembangunan rendah emisi tanpa mengancam produksi pangan, dan menyiapkan kebijakan, skema pendanaan dan insentif untuk menuju pembangunan rendah emisi dan berketahanan iklim.
Peran dari setiap sektor seperti pangan, kehutanan, pembangunan infrastruktur, real estate, dan sektor lainnya akan mengacu pada RUU Pengelolaan Perubahan Iklim yang akan disahkan nanti. Targetnya, semua lapisan masyakat mendukung dan taat aturan hukum yang berlaku sehingga diharapkan lima tahun ke depan menekan adanya risiko banjir dan bencana lainnya akibat perubahan iklim, serta aksi mitigasi dan adaptasi di masyarakat dapat dilakukan secara masif.
Ditulis oleh: Jenni Irene Connie
Disunting oleh: Fauzan Ramadhan