Mendorong Keterlibatan Perempuan dalam Transisi Energi Berkeadilan di Palabuhanratu

Foto bersama dalam Pro Women 3 di Pelabuhanratu

Transisi energi menuju sumber energi yang lebih berkelanjutan tidak hanya membawa dampak pada lingkungan dan ekonomi, tetapi juga mempengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat, termasuk perempuan. Namun, sejauh mana perempuan dilibatkan dalam proses ini?

Rumah Energi melalui Pro Women 3 hadir untuk memastikan perempuan tidak hanya menjadi penerima dampak dari transisi energi, tetapi juga berperan aktif dalam perubahan. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, pada tanggal 12 hingga 17 Februari 2025, telah melakukan pemetaan awal di lima desa sekitar PLTU Palabuhanratu—KelurahanPalabuhanratu, Desa Jayanti, Desa Citarik, Desa Cidadap, dan Desa Loji. Pemetaan ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana pengarusutamaan gender diterapkan dalam konteks transisi energi.

Melalui metode wawancara yang dikombinasikan dengan simulasi gambar dan permainan interaktif seperti “Sungai Kehidupan”, fasilitator mengeksplorasi lebih dalam perspektif berbagai kelompok peserta, termasuk pemerintah desa, masyarakat, serta staf dan manajemen PLTU. Dari pemetaan ini, ditemukan bahwa perempuan masih menghadapi hambatan dalam berpartisipasi aktif, baik dalam pengambilan keputusan maupun dalam memperoleh akses ekonomi yang lebih baik di tengah perubahan energi yang sedang berlangsung.

Dalam banyak musyawarah desa, perwakilan perempuan sangat sedikit, meskipun mereka juga terdampak oleh kebijakan energi di daerah mereka. Di beberapa desa, perempuan masih harus mendapatkan izin dari suami untuk bekerja atau berpartisipasi dalam kegiatan desa, yang membatasi ruang gerak mereka dalam pengambilan keputusan. Selain keterbatasan dalam ruang partisipasi, perempuan di sekitar PLTU Palabuhanratu juga menghadapi tantangan ekonomi yang tidak kalah besar. Banyak dari mereka bekerja di sektor UMKM, pertanian, dan pekerjaan informal lainnya, tetapi peluang untuk terlibat dalam sektor energi bersih masih minim. Ibu Siti Nurjaidi, seorang kader PKK dari Desa Cidadap, menyoroti tantangan yang dihadapi perempuan dalam mengembangkan usaha:

“Kami ingin bisa menjahit dan membuat produk lokal, tapi tidak ada alatnya. Perempuan di sini mau bekerja keras, tapi tetap perlu dukungan, baik dari pemerintah maupun sektor swasta.”

Minimnya akses terhadap modal dan pelatihan membuat banyak perempuan sulit untuk beradaptasi dengan perubahan ekonomi yang terjadi akibat transisi energi. Bahkan, bagi mereka yang ingin bekerja di luar rumah, hambatan sosial masih menjadi kendala. Salahsatu warga Desa Loji, Ibu Yanti, mengungkapkan bahwa masih banyak perempuan yang sulit mendapatkan izin dari suami untuk bekerja:

“Pekerjaan menjadi faktor utama. Karena tidak dapat izin suami. Dan hal itu masih banyak. Adanya rasa curiga dari suami ke istri ketika mereka mengizinkan istrinya bekerja.”

Agar transisi energi berkeadilan benar-benar terwujud, perempuan harus mendapatkan ruang lebih besar dalam ekosistem energi. Hasil pemetaan dalam Rumah Energi merekomendasikan beberapa langkah strategis, seperti peningkatan akses informasi dan edukasi agar perempuan lebih memahami perubahan yang terjadi di sektor energi, serta mendorong kebijakan yang lebih inklusif dengan memastikan keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan terkait energi dan lingkungan. Selain itu, diperlukan pengembangan peluang ekonomi berbasis energi bersih yang dapat membuka jalan bagi perempuan untuk mendapatkan manfaat langsung dari transisi ini, misalnya melalui pelatihan keterampilan di bidang energi terbarukan atau wirausaha berbasis energi bersih.

Tanpa keterlibatan perempuan, transisi energi berkeadilan hanya akan menjadi wacana tanpa implementasi nyata. Melalui pendekatan yang lebih inklusif, transisi energi di Palabuhanratu dapat menjadi contoh bagaimana perubahan menuju energi bersih juga dapat memberdayakan perempuan dan menciptakan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat.

11 April 2025